Membuat karya menggunakan alat kelamin “vagina” terkena sanksi

megumi-igarishi.jpg

TOKYO – Seorang artis cantik bernama Megumi Igarashi alias Rokudenashiko didenda JPY400 ribu atau sekira Rp50 juta oleh Pengadilan Jepang. Ia dihukum karena terbukti melakukan distribusi hasil cetak 3D alat kelaminnya sendiri.

Pada Juli 2014, Igarashi bahkan sempat ditangkap karena menjual replika alat kelamin perempuan melalui e-mail ke sejumlah orang, termasuk pria berusia 30 tahun di Prefektur Kagawa. Ia mengatakan, penjualan itu bertujuan mengumpulkan dana untuk membuat perahu berbentuk vagina.

Baru-baru ini sebuah pengadilan di distrik Tokyo menyatakan Igarashi bersalah karena mendistribusikan gambar atau foto cabul. Gambar tersebut juga dianggap dapat membangkitkan hasrat seksual orang yang melihatnya.

Artis Jepang tampilkan hasil cetak vagi miliknya sendiri (Foto: BBC)

Sebagaimana dilansir The Register, Selasa (10/5/2016), di Jepang sendiri pembicaraan mengenai alat kelamin perempuan adalah hal yang tabu. Bahkan, warga Jepang tidak memperbincangkan hal tersebut antara satu dengan lainnya.

Kendati demikian, Igarashi adalah artis Jepang yang berani membicarakannya di depan publik. Bahkan, ia dikenal sebagai “seniman vagina” yang sangat terkenal di Jepang.

Pembicaraan mengenai vagina –dalam bahasa Jepang disebut manko- bukanlah hal yang asing dan tabu baginya. Bahkan dalam sebuah video yang diunggah ke Youtube, Igarashi membuat miniatur vaginanya sendiri dari sebuah cairan mirip sabun.

vagina-boat.jpg

Setelah miniatur tersebut selesai, ia lalu mewarnai dan menghiasinya dengan aneka ragam tema.

Film ”esek-esek” pertama Indonesia

Suzanna (paling kiri) dalam film ''Bernafas Dalam Lumpur''

Epidemi film esek-esek Indonesia bermula dari Bernafas dalam Lumpur (Turino Djunaidy, 1970). Film itu juga melahirkan bom seks Indonesia pertama, Suzanna Martha Feredrika van Osch, yang ironisnya ditemukan Bapak Perfilman Indonesia Usmar Ismail dalam Darah dan Doa (1950) dan pernah mendapat penghargaan The Best Child Actress dalam Festival Film Asia 1960 di Tokyo lewat Asmara Dara (1958).

Film itu adalah melodrama perempuan kampung yang meninggalkan anaknya untuk mencari suaminya di Jakarta. Harapannya pupus mengetahui sang suami telah menikah lagi, dan malah mengusirnya. Terlunta-lunta di kota, ia terperangkap dalam jaringan perdagangan perempuan dan terpaksa menjadi pelacur. Hidupnya berubah setelah bertemu pria kaya yang mengajaknya menikah.

Diangkat dari cerita bersambung Berenang dalam Lumpur karya Zainal Abdi yang pernah dimuat di majalah hiburan Varia, inilah film Indonesia pertama yang menampilkan adegan-adegan seks, perkosaan, dan perkataan-perkataan kasar di seputar itu. Sampai-sampai dilarang diputar di Bandung oleh Komando Distrik Militer (Kodim) setempat. Tak heran jika film itu sangat laris dan melahirkan banyak pengikut, bahkan sampai sekarang.